Search This Blog

Amien Rais: Saling Ejek Biasa, Seperti Tahun 1955

Yogyakarta, Gatra.com - Mantan Ketua PP Muhammadiyah dan Ketua Dewan Pembina Partai Amanah Nasional (PAN) Amien Rais menyatakan perilaku saling ejek dan sindir saat ini  lumrah dan tidak masalah karena pernah terjadi pada 1955.

“Kondisi saling sindir dan ejek yang sekarang terjadi mengingatkan saya akan pemilu 1955. Empat pendukung partai yaitu PKI, Masyumi, NU, dan PNI saling ejek,” kata dia saat ditemui di rumahnya, di Depok, Sleman, Jumat (27/4).

Menurut dia, kondisi Indonesia saat itu justru jadi pengalaman berharga bagi Indonesia. Sebab, setelah itu di bawah sistem Demokrasi Terpimpin Soekarno dan Orde Baru, demokrasi justru tidak ada karena suara rakyat dibungkam dan tidak ada partai oposisi.

Amien melanjutkan,  ketika era reformasi, demokrasi baru muncul. Masyarakat bebas mengutarakan pendapat.

Saat itu, kata dia, hampir 98% warga bebas berpendapat, meski berbeda pilihan, dan tetap masih menjaga keamanan negeri ini. 

“Sedangkan yang dua persennya, memang terkadang membuat gambaran yang tidak bagus. Saya sebagai Ketua MPR saat itu merasa ikut berjasa mengantarkan demokrasi bagi bangsa ini,” katanya.

Amien memastikan, bahwa saling ejek dan sindir saat ini terjadi masih lebih beretika dibandingkan di Amerika Serikat. 

Di sana, adu ejek bisa diwujudkan dalam tindakan negatif SARA dan melibatkan politik uang.

Pendapat ini berbeda dengan pemikiran anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Esti Wijayanti. Ia menilai sikap sekelompok orang yang saling sindir, mengejek, dan menghujat, terutama di media sosial akan menghancurkan kehidupan berbangsa.

Apalagi jika tindakan itu ditujukan kepada Presiden. Esti melihat tindakan itu menggambarkan sebuah bangsa yang tidak menghormati pemimpinnya.

“Saya heran, kenapa sekarang banyak orang yang melakukan tindakan yang tidak beretika itu demi syahwat dan kepentingan merebut kekuasaan,” kata dia saat dihubungi.

Menurut Esti, jika kondisi ini dibiarkan, maka tidak hanya akan membunuh karakter pelaku dan korbannya. 

Tetapi juga membunuh karakter-karakter anak bangsa yang sedang membutuhkan sosok panutan.

"Mereka akan besar dengan didikan caci maki dan saling hujat," katanya.

Menurut dia, kondisi ini berbeda dengan di Turki. Masyarakat Turki memberikan penghargaan setinggi-tingginya pada pemimpin, dari yang pertama sampai saat ini.

“Apa yang ditunjukkan masyarakat Turki adalah bentuk penghormatan kepada para pemimpin yang telah membangun negeri,” lanjut anggota Komisi X DPR ini.

Menurut dia, Presiden Joko Widodo tidak menutup pintu kritik. Namun selayaknya kritik itu disampaikan secara sopan serta berdasarkan data valid. 

“Masyarakat Indonesia seharusnya mampu mengamalkan falsafah Jawa mikul dhuwur mendem jero yang artinya keburukan atau kesalahan pemimpin dapat ditutupi dengan mengangkat kebaikan dan prestasinya,” ujarnya.


Reporter : Arif Koes
Editor : Mukhlison 

Let's block ads! (Why?)

Baca Dong Selanjut nya https://www.gatra.com/rubrik/nasional/pilkada-pilpres/319884-Amien-Rais:-Saling-Ejek-Biasa-Seperti-Tahun-1955

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Amien Rais: Saling Ejek Biasa, Seperti Tahun 1955"

Post a Comment

Powered by Blogger.