Search This Blog

Tak Diakui Jadi Angkutan Umum, Ojek Online Disarankan Diatur Pemda

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak melegalkan ojek online sebagai sarana transportasi umum. Putusan ini diambil oleh MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, untuk sementara waktu, penyelenggaraan ojek online dapat diatur oleh Pemda. Hal yang diatur antara lain wilayah operasi maupun jam operasinya.

"Ciptakanlah layanan transportasi umum yang terintegrasi dan menggapai setiap kawasan pemukiman dan perumahan. Kepala daerah harus mulai memikirkan ini bukan sekedar janji saat kampanye, tetapi segera diwujudkan," jelas Djoko dalak keterangannya yang diterima Kompas.com, Jumat (29/6/2018).

Baca juga: MK Tolak Akui Ojek Online sebagai Angkutan Umum

Djoko menyatakan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah memberikan perintah kepada pemerintah dan Pemda untuk mengembangkan dan menyediakan angkutan umum massal dengan menggunakan mobil penumpang dan bus (Pasal 139 dan 158 UU LLAJ).

Namun dalam perkembangannya, kondisi angkutan umum kurang dan tidak sama sekali dilirik kepala daerah untuk dikembangkan.

"Akhirnya, muncullah sepeda motor sebagai pengganti angkutan umum," sebut Djoko.

Kendaraan roda dua sudah diizinkan untuk mengangkut barang. Dalam PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, antara lain disebutkan lebar barang muatan tidak boleh melebihi setang kemudi, tingginya harus kurang dari 900 milimeter dari tempat duduk, dan muatan tersebut harus ditempatkan di belakang pengemudi (Pasal 10 ayat 4).

Baca juga: Tanggapan Pengemudi soal MK Tolak Akui Ojek Online sebagai Angkutan Umum

Sepeda motor dapat mengangkut orang, namun bukan sebagai angkutan umum. Dalam kondisi transisi seperti sekarang, ojek masih dapat beroperasi dalam wilayah yang terbatas.

"Bukan harus beroperasi hingga di jalan-jalan utama dalam kota, seperti yang terjadi sekarang di banyak kota di Indonesia," ungkap Djoko.

Dalam permohonannya, 54 orang pengemudi ojek online yang menggugat Pasal 47 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Para pengemudi ojek online keberatan karena ketentuan pasal tersebut tidak mengatur motor sebagai angkutan umum.

Padahal, seiring perkembangan teknologi, jumlah ojek online semakin berkembang di Indonesia. Namun, MK menolak permohonan pemohon karena menganggap sepeda motor bukan kendaraan yang aman untuk angkutan umum.

Kompas TV Tren penggunaan ojek online makin hari makin meningkat. Go-Jek jadi salah satu perusahaan yang mendapat keuntungan dari peluang itu.


Let's block ads! (Why?)

Baca Dong Selanjut nya https://nasional.kompas.com/read/2018/06/29/13401591/tak-diakui-jadi-angkutan-umum-ojek-online-disarankan-diatur-pemda

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Tak Diakui Jadi Angkutan Umum, Ojek Online Disarankan Diatur Pemda"

Post a Comment

Powered by Blogger.